Menteri Agama H Yaqut Cholil Qoumas melarang gereja mendirikan tenda untuk pelaksanaan acara Natal. Hal itu disampaikan Yaqut selaku menteri agama setelah menggelar rapat koordinasi bersama kementerian dan lembaga di Mabes Polri, Trunojoyo, Jakarta Selatan, pada Jumat, 16 Desember 2022. Rapat tersebut dipimpin oleh Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo.
Namun, setelah adanya kritik dari berbagai pihak termasuk PGI per tanggal 20 Desember 2022, Yaqut Cholil Qoumas akhirnya mengijinkan gereja yang melaksanakan acara natal untuk membuka tenda.
Alasan Gereja Menggunakan Tenda Pada Acara Tertentu
Perlu dipahami mengapa sebagian gereja perlu membuka tenda atau menggunakan ruang tertentu pada acara khusus seperti natal. Gereja umumnya melakukan beberapa sesi acara berjemaat untuk dapat mengakomodasi jumlah jemaat yang melebih batas gereja. Namun pada acara tertentu untuk memudahkan para panitia pelaksanaan acara, acara hanya dilakukan satu kali saja sehingga jumlah jemaat yang melebihi batas gedung tentu hanya bisa diakomodasi dengan penggunaan tenda untuk membentuk ruang tambahan. Oleh karena itulah, penggunaan tenda diperlukan dalam acara – acara tertentu.
Gereja Dibangun Dari Uang Jemaat
Sebagian besar gereja dibangun dari dana yang dihimpun jemaat. Sejauh ini sangat sedikit sekali ada gereja yang mendapat bantuan dana dari pemerintah. Sehingga tentu ini mempengaruhi besaran lahan yang dapat dibangun untuk pendirian gedung gereja. Oleh karena itulah tidak semua gedung gereja mampu menampung jemaat.
Sikap Umat Kristen Dalam Penggunaan Tenda Dalam Acara Tertentu
Tetapi segala sesuatu harus berlangsung dengan sopan dan teratur. (1 Korintus 14:44)
Meskipun penggunaan tenda adalah sesuatu yang umum, sudah sepantasnya umat kristen juga berperilaku tertib. Pihak gereja sudah seharusnya menyiapkan panitia yang membantu terlaksananya acara tanpa mengganggu masyarakat sekitar atau jalan di sekitar. Usahakan jangan menutup jalan, tidak perlu menggunakan pengeras suara yang berlebihan.
Pemisahan Antara Urusan Agama dengan Pemerintahan
Pemisahan urusan agama dengan Tuhan adalah apa yang Tuhan inginkan sebagaimana tertulis di Alkitab. Jika umat kristen atau jemaat suatu gereja harus membangun sendiri gereja, justru jemaat harus bersyukur karena mereka telah melaksanakan apa yang baik. Negara tidak perlu ikut campur urusan agama ! Bahkan tidak perlu membuat aturan yang berhubungan mengenai keagamaan, tidak perlu membuat kementerian keagamaan dan tidak perlu mengurus atau membiaya tempat ibadah apapun. Tugas negara adalah membiaya infrastruktur, membangun pendidikan, melindungi rakyat dan lainnya yang berkaitan dengan hubungan antar manusia.
…Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah… (Matius 22:21)
Karena pemerintah adalah hamba Allah untuk kebaikanmu. Tetapi jika engkau berbuat jahat, takutlah akan dia, karena tidak percuma pemerintah menyandang pedang. Pemerintah adalah hamba Allah untuk membalaskan murka Allah atas mereka yang berbuat jahat. (Roma 13:4)
Alkitab tidak menuliskan satupun bahwa negara harus ikut campur dengan urusan agama. Pelaksanaan pemerintahan yang benar adalah pemerintah hanya bertindak untuk urusan di antara sesama manusia. Urusan manusia dengan Tuhan sudah bukan tugas dan hak negara untuk mengaturnya. Bahkan jika ada manusia yang menyembah batu atau pohon sekalipun, negara tidak berhak mengadili dan menghukumnya dengan dalih “penistaan agama”. Namun, jika batu atau batang pohon tersebut digunakan untuk melukai orang atau memukul orang, tentu negara harus ikut campur karena sudah melibatkan urusan antar manusia.
Apapun ibadah yang dilakukan orang asalkan tidak mengganggu orang lain tentu negara tidak boleh ikut campur. Jika negara ikut campur, pemerintah akan berpeluang menjadi tangan salah satu kelompok agama tertentu untuk menekan kelompok minoritas.
Negara Theokrasi Perjanjian Lama
Ada yang berkata bahwa di Perjanjian Lama, Allah ikut campur urusan di dalam bangsa Yahudi. Perlu dipahami saat itu belum ada sistem ketatanegaraan seperti saat ini dan saat itu bangsa Yahudi berjalan dalam sistem pemerintahan Theokrasi, dimana Tuhan sebagai pemimpin negaranya. Nabi (contoh: Musa) hanya bertindak sebagai penyambung lidah antara Tuhan dengan bangsa Yahudi. Sehingga tentu saat itu Allah bertindak campur tangan, jika ada salah satu suku atau keluarga yang menyembah selain Allah tentu akan dihukum karena sama dengan pemberontakan. Sama seperti saat ini jika ada pemberontakan dari kalangan ormas atau organisasi tertentu terhadap pemerintahan, maka tentu pemerintah berhak menghukumnya.
Dengan berjalannya waktu dan berkembangnya sistem pemerintahan tentu urusan agama dan pemerintahan saat ini harus dipisahkan karena sudah bukan lagi sistem Theokrasi (Tuhan menjadi pemimpin negara). Saat ini negara dipimpin oleh manusia, jadi sudah tentu hanya urusan antar manusia saja yang boleh diatur.
Referensi berita:
https://nasional.tempo.co/read/1669100/menag-yaqut-larang-gereja-dirikan-tenda-untuk-ibadah-natal-2022
https://nasional.kompas.com/read/2022/12/20/12381551/sempat-melarang-menag-kini-bolehkan-gereja-pasang-tenda-untuk-ibadah-natal
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20221220080636-20-889517/pgi-sentil-menteri-agama-yaqut-larang-gereja-pasang-tenda-saat-natal