Orang Kristen perasaan adalah orang yang hidupnya dikendalikan oleh perasaannya, bukan oleh pengertiannya tentang firman Allah. Orang Kristen perasaan adalah tipe orang Kristen Roller coaster, perjalanan hidup yang dikendalikan oleh perasaan atau emosi. Orang Kristen perasaan tidak dapat digerakkan untuk berbakti, berdoa atau belajar Alkitab, kalau ia tidak merasa tergerak secara alami untuk melakukannya. Kehidupan kekristenannya baru efektif kalau perasaannya kuat. Ketika ia merasakan euforia (bahagia tanpa sebab) secara spritual, ia menjadi badai aktivitas Ilahi; ketika ia sedang dalam masalah, maka kerohaniannya juga loyo. Ia selalu mencari-cari pengalaman-pengalaman rohani yang baru dan segar serta menggunakannya sebagai penentu firman Tuhan bagi dirinya. Perasaan-perasaan batinnya menjadi ujian kebenaran yang paling utama.
Orang-orang Kristen perasaan tidak merasa perlu belajar Alkitab, sebab mereka mengira bahwa mereka sudah mengenal kehendak Allah atau kebenaran melalui perasaan mereka. Mereka memiliki iman tanpa isi, iman tanpa pengertian (Roma 10:1-3) dan iman kekanakkan (1Kor.14:20). Orang Kristen perasaan sangat menyukai khotbah-khotbah yang ringan, lucu, dan pesan-pesan yang hanya menyenangkan telinga dari motivator-motivator dewasa ini.
Orang Kristen perasaan terus saja menjalani kehidupannya yang sukaria sampai ia menghadapi kenyataan hidup yang tidak selalu mengembirakan. Waktu itulah ia gagal. Orang Kristen perasaan biasanya memegang “teologi relasi” yang mementingkan hubungan dan pengalaman pribadi dibandingkan dengan Firman Tuhan. Jikalau Alkitab memerintahkan kepada mereka sesuatu yang membahayakan suatu hubungan pribadi, maka Alkitab harus dikompromikan.
Kita hidup di tengah budaya yang terobsesi dengan apa yang kita rasakan. Sering kali kita bertemu dengan orang-orang yang tidak mengakui kenyataan buruk, membohongi keadaan diri mereka yang sebenarnya. Sepertinya kelihatan begitu sangat rohani apabila seseorang terus meyakinkan dirinya luar biasa sementara pada kenyataannya dirinya sedang dirundung masalah.
Mengakui kenyataan pahit, kegagalan atau keadaan yang tidak kunjung baik bukanlah berarti Anda kurang Iman. Kita harus jujur apapun kondisinya. Beriman kepada Yesus Kristus tidak harus menyangkali kenyataan yang terjadi, melainkan mengakuinya dan kemudian menyerahkan sepenuhnya kepada-Nya.
Di sinilah letak perbedaannya, ketika kita memercayai Firman Tuhan dan menyerahkan persoalan kita kepada Tuhan, kita akan menjadi kuat dan perasaan kita akan menjadi positif, bukan karena kita mencoba meyakinkan diri kita, tetapi itu semua karena ada dasar, ada fakta yang meyakinkan dan menguatkan hati kita, yaitu Firman Tuhan.
Iman itu ibarat kereta api. Fakta atau kebenaran mewakili mesin lokomotif. Perasaan mewakili gerbong tukang rem. Kehendak atau ketaatan mewakili bahan bakar yang menghidupkan mesin. Kita harus meletakkan apa yang kita ketahui mendahulukan apa yang kita rasakan. Perasaan kita harus dituntun oleh apa yang kita ketahui, bukan sebaliknya.
Sumber:
Dr. John Allen, 10 Hambatan Iman (Kalam Hidup).
Dr. R.C. Sproul, Mengenal Alkitab (SAAT).