Dengan sengaja membutakan diri kepada fakta bahwa umat manusia berdiri di tepi kekekalan untuk menghadap Allah, dunia menyambut Tahun Baru dengan pesta pora yang sensual. Sebuah laporan yang mencelikkan mata di Bangkok Post berjudul “Revellers Around the World Welcome 2013.” Kebanyakan ibukota berbagai negara menyelenggarakan pesta-pesta malam tahun baru yang penuh dengan alkohol dan obat-obatan, tetapi rajanya pesta terjadi di New York City, di mana kira-kira sejuta orang berkumpul dan semilyar orang lainnya menonton di televisi dan alat-alat mobile. Extravaganza di kota berjulukan Big Apple ini mencapai klimaksnya ketika “sang walikota, dibantu oleh sekumpulan penari Rockettes, mengirim bola besar yang berkilauan turun ke bawah satu menit sebelum tengah malam.” Kerumunan ramai menjadi gila dan para peserta pesta mengucapkan selamat tahun baru satu sama lain, tetapi semua itu adalah mistikisme emosional yang kosong dan tak berarti.
Semua pesta pora yang terjadi pada malam tahun baru di dunia ini tidak dapat menghilangkan kematian dan penghakiman atau mengubah eksklusivitas keselamatan dalam Kristus, dan semua ucapan selama di dunia ini tidak bisa mengubah realita esok hari. “Pergi ke rumah duka lebih baik dari pada pergi ke rumah pesta, karena di rumah dukalah kesudahan setiap manusia; hendaknya orang yang hidup memperhatikannya. Bersedih lebih baik dari pada tertawa, karena muka muram membuat hati lega. Orang berhikmat senang berada di rumah duka, tetapi orang bodoh senang berada di rumah tempat bersukaria. Mendengar hardikan orang berhikmat lebih baik dari pada mendengar nyanyian orang bodoh. Karena seperti bunyi duri terbakar di bawah kuali, demikian tertawa orang bodoh. Inipun sia-sia.” (Pengkhotbah 7:2-6).
Sumber: Way of Life
Recent Comments